Highrise Top Level Suite

URUSAN KESISWAAN

Web Design| 12.30.08| No Comments

Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan,bakat,minat,setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan Pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan kepramukaan,kepemimpinan,dan kelompok ilmiah remaja.


TENTANG OSIS

TENTANG OSIS

Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan Pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan kepramukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran, penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti mata pelajaran.... Read More

    |   2:40 PM    |   0 comments

JERITAN KAMI

Kepentingan di dunia pendidikan

Oleh : Endrizal, Mahasiswa Pasca Sarjana UGM Yogyakarta.
Menguak dan mengapungnya persoalan mutu pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini menjadi perbincangan yang hangat sekaligus sebagai bahan perdebatan di kalangan elit pemerintahan kita. Mulai dari system standarisasi kelulusan, pembentukan sekolah favorit, sampai kepada kurikulum yag dipakai. Sekarang ini sudah seharusnya kita melakukan perenungan, koreksi dalam menyusun langkah-langkah strategis guna perbaikan dunia pendidikan

di Indonesia untuk masa yang akan datang. Tidak layaknya ribuan gedung sekolah sebagai fasilitas tempat belajar yang representatif serta kondusif untuk siswa, kurikulum yang masih belum terbukti handal, menambah carut-marutnya problematika dunia pendidikan Indonesia.

Realita sekarang ini, kalangan pendidik dan kepentingan pendidikan masih sangat jauh dari sebuah kepentingan dan kebutuhan bersama, dimana pendidikan masih menjadi korban dari penguasa, pendidikan masih kalah bersaing dari pada kepentingan ekonomi, politik dan social. Pendidikan sekarang hanya dijadikan sebagai jalan pelicin menuju tampuk kekuasaan oleh sebagian kelompok yang tidak bertanggung jawab. Tidak bisa kita pungkiri bahwa pendidikan bangsa kita masih berada dalam kondisi serba keprihatinan. Mulai dari kekurangan tenaga pengajar, fasilitas pendidikan hingga sukarnya masyarakat untuk mengikuti pendidikan karena permasalahan ekonomi dan kebutuhan hidup.

Kurikulum Vs Kepentingan

Belum lagi bila berbicara pada kualitas pendidikan Indonesia yang hanya berorientasi pada pembunuhan kreatifitas berpikir dan berkarya serta hanya menciptakan pekerja. Kurikulum yang ada dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini sangat membuat peserta didik menjadi pintar namun tidak menjadi cerdas. Pembunuhan kreatifitas ini disebabkan, karena paradigma pemerintah Indonesia yang mengarahkan masyarakatnya pada penciptaan tenaga kerja untuk pemenuhan kebutuhan industri yang sedang gencar-gencarnya digalakkan di Indonesia. System pendidikan yang dipakai adalah system prakmatis.

Konsekuensi yang didapat dari sistem pendidikan praktis tersebut tidak lebih hanya akan melahirkan anak bangsa yang gagab dalam menghadapi perkembangan dunia. Mereka hanya mempunyai keahlian diatas kertas bukan keahlian dalam realitas. Sistem pendidikan yang dipakai lebih mengutamakan kepentingan industrialis-kapitalis, sehingga dalam menghadapi kemajuan zaman mereka hanya mengandalkan otot bukan lagi otak. Dalam segi keterampilan mereka juga tertinggal jauh dari Negara-negara lain.

Sistem pendidikan nasional sekarang ini masih cenderung mengeksploitasi pemikiran peserta didik. Indikator yang dipergunakanpun cenderung menggunakan indikator kepintaran, sehingga secara nilai di dalam rapor maupun ijazah, tidak serta merta menunjukkan peserta didik akan mampu bersaing maupun bertahan di tengah gencarnya industrialisasi yang berlangsung saat ini. Mereka mampu berbicara berbagai hal, tapi tidak mempunyai kematangan dari sebuah konsep yang dipakai.

Bisnis Pendidikan

Pendidikan juga telah menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual-beli gelar, jual-beli ijazah hingga jual-beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanya berlaku bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi yang entah kapan bisa terealisasikan.

Sistem pendidikian seperti ini jelas-jelas bertolak belakang sekaligus mengalami pergeseran fungsi pendidikan yang telah digagas “Ki Hajar Dewantara”, bahwa pendidikan adalah sebagai ajang untuk mencerdaskan anak bangsa, tapi sekarang yang terjadi adalah sebagai ajang untuk mencerdaskan anak orang kaya. Sebab, perbedaan kelas masih menjadi anarki sekaligus ideologi bagi kalangan pemerintahan kita. Hal ini jelas-jelas bertentangan sekali dengan UUD 45 yang mengatakan bahwa mendapatkan pendidikan adalah hak semua orang, tanpa kecuali anak orang miskin. Jangan sampai pembedaan yang selama ini telah dibuat oleh pemerintah, sebagai langkah awal pembodohan bangsa, seperti yang dilakukan oleh kaum kolonialis tempo dulu.

Sudah seharusnya pemerintahan kita meratakan pendidikan bagi anak bangsa, sebab pendidikan adalah sarana paling fundamental guna mencapai kemajuan sebuah bangsa, jangan sampai keegoan pemerintah akan membunuh asset bangsa yang sangat berharga ini. Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang, bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar, serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di bawah “ketiak” bangsa asing.

Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana sistem pendidikan di Indonesia menciptakan anak bangsa yang memiliki sensitifitas terhadap lingkungan hidup dan krisis sumber-sumber kehidupan, serta mendorong terjadinya sebuah kebersamaan dalam keadilan hak. Sistem pendidikan harus lebih ditujukan agar terjadi keseimbangan terhadap ketersediaan sumberdaya alam serta kepentingan-kepentingan ekonomi dengan tidak meninggalkan sistem sosial dan budaya yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Jangan sampai kita terlalu berlarut-larut dalam budaya warisan kolonialisme yang lebih cendrung membunuh daya kritis anak bangsa hanya demi kepentingan sebagian kelompok. Sebab, ketika sistem pendidikan telah dimasuki oleh kepentingan-kepentingan kelompok tertentu, maka, hasil yang didapat bukan lagi mencerdaskan anak bangsa, tapi malah pembodohan anak bangsa. Sebab, hasil yang didapat dari sistem pendidikan tersebut hanya akan memuaskan kepentingan golongan tertentu, bukan memuaskan kepentingan bersama.(***)




0 comments:

Post a Comment

Komentar anda